MATAJABAR.COM – BEKASI – PT Arta Global Sukses (PT AGS) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan perdagangan, termasuk dalam perdagangan daging sapi dan kerbau yang beralamat di Komplek Ruko Tekstil Blok C3 No.12, Jalan Mangga Dua Raya No. 12A, RT 011, RW 005, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, menggugat PT Indo Agro International.
PT AGS melakukan gugatan, setelah melaporkan kerugian sebesar Rp8.960.000.000 ke pihak kepolisian karena telah ditipu oleh Sathya Vrathan Biju Puzhakkadavil (Biju), warga negara (WN) India, kelahiran Vadikkum Mury India, yang merupakan Direktur Utama PT Indo Agro International yang sahamnya dimiliki oleh Yusuffali Musaliam Veettil Abdul Kader, Asharft Ali Muslim Veettil Abdul Kader, Salim Musaliam Veettil Aboo, Jalaludin dan merupakan group dari Hyper Market LULU.
Hal itu diungkapkan E Cherly Hakriyanti, kuasa hukum Nur Safina dan Yudi Safari dengan didampingi Asisten Advokat Umi Marwiyah dan Sekar Sabilah Juniar dari Kantor Advokat Martin-Broto dan Rekan kepada wartawan di Bekasi, Minggu (26/11/2023).
Menurut E Cherly Hakriyanti, awal mula terjadinya tindak pidana penipuan dan atau penggelapan, yaitu pada saat Nur Safina Ayu (NSA) ditunjuk sebagai agen pemasaran dari PT Indo Agro International oleh Sathya Vrathan Biju Puzhakkadavil (Biju) secara lisan untuk menjual daging kerbau merek maroon asal India, dimana atas dasar tersebut NSA menawarkan kepada Alvin Gunawan Susilo (AGS).
Singkat cerita, kata E Cherly Hakriyanti, AGS berminat untuk membeli daging kerbau merek maroon asal India sebanyak 5 (lima) container 40 (empat puluh) feet dengan harga pastinya adalah Rp8.960.000.000.
“Sebelum melakukan transaksi dan juga untuk lebih meyakinkan tentang daging kerbau tersebut, NSA menelepon Sathya Vrathan Biju Puzhakkadavil (Biju) selaku Direktur Utama PT Indo Agro International dan pada saat itu di loud speaker oleh NSA sehingga AGS yang sedang bersama NSA (bersebelahan) mendengar langsung dengan sangat jelas percakapan antara NSA dengan Sathya Vrathan Biju Puzhakkadavil (Biju),” kata E Cherly Hakriyanti.
E Cherly Hakriyanti menambahkan, dalam telepon tersebut, Biju menjelaskan, tata cara pembelian, pembayaran, dan pengeluaran barang, dimana apabila AGS berkeinginan untuk membeli daging kerbau India merk Amroon Buffalo kepada PT Indo Agro International maka harus terlebih dahulu membayar lunas (cash before delivery) melalui transfer ke rekening milik CV Saebah Karya Beef (Yudi Safari selaku Direktur dan Deilla Dovianti Putri sebagai Komisaris. Dalam perkara ini, Deilla Dovianti Putri sebagai Komisaris tidak mengetahui sama sekali) dan setelah itu PT Indo Agro International menerbitkan persetujuan pengeluaran barang (Delivery order/DO) untuk pengambilan daging kerbau India merk Amroon Buffalo di gudang MSM Bosco, Bekasi.
Setelah AGS mendapat penjelasan yang detail dari Sathya Vrathan Biju Puzhakkadavil (Biju), kata E Cherly Hakriyanti, AGS (atas nama PT AGS) melakukan transfer uang sebesar Rp8.960.000.000 untuk membeli daging kerbau merek maroon asal India sebanyak 5 (lima) container 40 (empat puluh) feet ke rekening atas nama CV Saebah Karya Beef (CV SKB).
“Hal ini sesuai dengan perintah, arahan dan petunjuk dari Biju, setelah itu baru dari rekening CV SKB mengirimkan uang milik PT AGS tersebut kepada PT Indo Agro International,” ungkapnya.
Namun, kata E Cherly Hakriyanti, dengan itikad buruk dan tanpa merasa bersalah pihak PT Indo Agro International menyampaikan bahwa uang yang dikirimkan oleh CV SKB sebesar Rp8.960.000.000 kepada PT Indo Agro International adalah bagian dari pembayaran transaksi daging tahun 2020 dengan PT Alam Mekar Jaya (PT AMJ).
“Padahal secara pasti pihak PT Indo Agro International mengetahui bahwa uang yang dikirimkan PT AGS ke rekening CV SKB yang kemudian oleh CV SKB dikirimkan ke rekening PT Indo Agro International adalah untuk pembayaran 5 container (140.000 kg) daging kerbau India merk Amroon Buffalo,” terangnya.
Padahal, kata E Cherly Hakriyanti, PT AGS tidak ada kaitan ataupun hubungan hukum apapun dengan PT AMJ serta PT Indo Agro International juga tidak pernah ada hubungan hukum atau kaitan apapun dengan PT AMJ karena PT AMJ tidak pernah melakukan kegiatan bisnis sama sekali dengan PT Indo Agro International, sehingga tidak ada hubungan hukum antara PT AMJ dengan PT Indo Agro International, sehingga pengiriman uang sebesar Rp8.960.000.000, adalah murni untuk membeli daging kerbau merek maroon asal India sebanyak 5 (lima) container 40 (empat puluh) feet.
“Pengiriman uang, selain karena atas permintaan pihak PT Indo Agro International untuk melakukan pembayaran melalui rekening CV SKB terlebih dahulu sebagaimana dijelaskan secara detail oleh Sathya Vrathan Biju Puzhakkadavil (Biju) selaku Direktur Utama sekaligus PT Indo Agro International melalui telepon,” kata dia.
Atas kejadian itu, sambung E Cherly Hakriyanti, PT AGS melaporkan ke pihak Kepolisian Republik Indonesia (LP) sebagaimana Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTL/154/IV/2021/Bareskrim tanggal 20 April 2021, setelah PT AGS mengajukan LP, antara pihak PT AGS didampingi kuasa hukum Totok Prasetiyanto dengan pihak PT Indo Agro International pernah melakukan beberapa kali pertemuan dimana pihak PT Indo Agro International dengan didampingi kuasa hukumnya yang berganti-ganti, memberikan janji-janji manis akan menyelesaikan dengan memberikan beberapa opsi antara lain;
Pertama, akan menyerahkan daging dengan harga khusus sebagai kompensasi keterlambatan dan kedua pengembalian seluruh uang pembelian ditambah dengan penggantian kerugian dan bunga, namun tidak ada yang terlaksana tetapi tidak pernah terlaksana sehingga LP tersebut terus berlanjut yang mana LP dimaksud sudah diperiksa dan diadili sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 165/Pid.B/2023/PN.Jkt.Utr tanggal 8 Mei 2023.
Dalam Putusan tersebut menghukum seorang Warga Negara Asing (WNA) berkebangasaan India bernama Sathya Vrathan Biju Puzhakkadavil (Biju), Direktur Utama PT Indo Agro International sebagai TERDAKWA I dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 (enam) bulan dan Yudi Safari sebagai TERDAKWA II (pelaku turut serta) dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 (enam) bulan.
“Akan tetapi sangat disayangkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI Jakarta) melalui Putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor:135/Pid/2023/PT.DKI menyunat hukuman Warga Negara Asing (WNA) berkebangasaan India bernama Sathya Vrathan Biju Puzhakkadavil, Direktur Utama PT Indo Agro International dengan hanya menjatuhkan pidana selama 1 (satu) tahun dengan pertimbangan yang kurang konkret dan relevan, serta sangat disayangkan pula di dalam amar putusan-putusan tersebut walaupun terbukti nyata ada tindak pidana terhadap para terdakwa, akan tetapi barang bukti uang sebesar Rp8.960.000.000 yang seharusnya adalah milik PT AGS tidak dikembalikan kepada PT AGS,” kata E Cherly Hakriyanti.
Selanjutnya, pihak PT AGS melakukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada PT Indo Agro International berdasarkan register perkara Nomor: 416 / Pdt.G / 2023 / PN.Jkt.Utr terkait dengan kerugian yang dialaminya, dalam pokok gugatannya pihak PT AGS meminta kepada Majelis Hakim untuk menghukum PT Indo Agro International mengganti atau membayar seluruh kerugian yang dialami oleh PT AGS.
“Di dalam jawaban gugatannya, PT Indo Agro International menyangkal semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya, padahal sudah secara jelas rangkaian peristiwa yang terjadi apabila mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 165 / Pid.B / 2023 / PN.Jkt.Utr Jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor : 135 / Pid / 2023 / PT.DKI,” tegasnya.
Yang lebih mengcengangkan, di dalam duplik yang disampaikan oleh pengacara PT Indo Agro International mengarah kepada personal atau pribadi NSA, yang mana seharusnya hal ini sangat tidak perlu karena hal tersebut merupakan subyektifitas dari pihak PT Indo Agro International dan kuasa hukumnya yang tidak punya kemampuan untuk membantah dalil-dalil gugatan dari PT Arta Global Sukses, serta tidak ada kaitan maupun relevansinya dengan perkara gugatan perbuatan melawan hukum tersebut, terlebih ada hal-hal yang tidak pernah terbukti.
Contohnya, kata E Cherly Hakriyanti, terkait dengan kuasa hukum PT Indo Agro International menuduh NSA menggunakan uang hasil penjualan sapi untuk kepentingan dirinya sendiri, antara lain menyekolahkan anaknya di Australia, sesuatu yang tidak berdasar dan fitnah yang dilakukan oleh kuasa hukum PT Indo Agro International.
Seharusnya, menurut E Cherly Hakriyanti, kuasa hukum NSA dari Kantor Advokat Martin-Broto dan Rekan, seorang advokat senior yang katanya berpengalaman menangani kasus-kasus besar dan pernah bekerja di kantor advokat besar, lulusan universitas terbaik di negeri ini sangat tidak baik melakukan atau melontar kan sesutu hal yang berbau fitnah.
“Orang sekelas kuasa hukum PT Indo Agro International ini menjawab dalil-dalil gugatan dengan dasar keilmuan yang baik yang bisa menunjukkan kulitasnya sebagai seorang advokat senior yang hebat dan bisa menjadi contoh yang baik bagi para advokat muda, bukan dengan hal-hal yang belum jelas kebenarannya. Klien kami akan melakukan upaya hukum atas fitnah tersebut,” tegasnya.
“Nur Safina tidak ada hubungan bisnis sama sekali dengan PT Indo Agro International ataupun PT EK Prima, PT EK Prima hanya memiliki hubungan bisnis dengan PT Alam Mekar Jaya dimana Yudi Safari menjabat selaku direktur. Sedangkan PT EK Prima itu terlibat perkara korupsi, orang-orang yang pernah ada di EK Prima sekarang ada di PT Indo Agro International, publik pasti bisa menilai seperti apa mereka,” ungkap E Cherly Hakriyanti.
Dalam agenda sidang pembuktian PT Indo Agro International yang diwakili kuasa hukumnya mengajukan bukti surat yang tidak sesuai dengan pokok perkara dan bukti surat yang diduga palsu.
“Saya tidak mengerti apa kuasa hukum PT Indo Agro International tidak faham perkara apa yang sedang dihadapi,” cetus E Cherly Hakriyanti, terkait bukti surat yang diduga palsu pihaknya akan mendalaminya.
Pertanyaan paling mendasar, kata E Cherly Hakriyanti, dari semua peristiwa ini adalah apakah sebegitu sulitnya untuk mencari keadilan di negeri tercinta ini? Dimana akal pikiran dan hati nurani para penegak hukum di negeri ini, apakah sudah terbeli.
“Sampai-sampai seseorang yang terbukti dengan jelas melakukan tindak pidana dengan total kerugian mencapai Rp15 miliar hanya dihukum pidana penjara selama satu tahun dalam putusan banding yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan menyangkal semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya, padahal sudah secara jelas pelaku yang melakukannya,” sesal E Cherly Hakriyanti.***