H. AGUS SOPYAN KEPALA DESA SEGARA MAKMUR DIPAKSA BERADA DALAM LAPAS

TARULI SIMANJUNTAK, S.H., M.H. dan ISKANDAR IKBAL, S.H.; selaku Kuasa hukum dari H. AGUS SOPYAN.

MATAJABAR.COM, CIKARANG – Diberitakan sebelumnya, penangkapan Kepala Desa H. Agus Sopyan (HAS) oleh tim eksekutor Kejaksaan Kabupaten Bekasi pada Senen 27/12/21  pukul 15.30 WIB lalu, mengejutkan banyak pihak dan dalam sekejap rilis resmi yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi menjadi santapan awak media dan viral menyebar luas diberbagai media online, cetak dan media Sosial lainnya.

Namun demikian didalam penangkapan dan penahanan yang dilakukan Tim Eksekutor oleh Kuasa hukum HAS, sarat dengan perbuatan melawan hukum karena disinyalir tanpa disertai Kutipan putusan pengadilan, surat tugas dan surat penahanan.

Bacaan Lainnya

Atas dasar itu, TARULI SIMANJUNTAK, S.H., M.H. dan ISKANDAR IKBAL, S.H.; selaku Kuasa hukum dari H. AGUS SOPYAN, berdasarkan Surat kuasa khusus No.: 601/SK-TRS.R/I/2022, tanggal 18 Januari 2022 menyampaikan Press Release sehubungan hal-hal tersebut diatas ;

1. Bahwa Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kasipidum Kejari) Cikarang; pada tanggal 27 Desember 2021, sekitar pukul 15.00 WIB; telah mendatangi KLIEN di kantornya (Desa Segaramakmur) dengan maksud untuk membawanya ke Kantor Kejari Cikarang dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (katanya,  Putusan Mahkamah Agung Nomor 1244/K/Pid/2021).

2. Bahwa KLIEN saat itu telah menolak maksud  Kasipidum Kejari Cikarang, dengan alasan:

(1) Kasipidum Kejari Cikarang tidak menunjukkan Surat Tugas atau Surat Perintah Membawa KLIEN atau Surat yang senilai dan setara dengan itu;

 (2) Kasipidum Kejari Cikarang tidak menunjukkan Salinan Surat Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (yang katanya putusan Mahkamah Agung Nomor 1244/K/Pid/2021).

 (3) KLIEN belum mengetahui tentang adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana versi Kasipidum Kejari Cikarang  (yakni putusan Mahkamah Agung Nomor 1244/K/Pid/2021) karena Pengadilan Negeri Cikarang belum mengirimkan Pemberitahuan Isi Putusan kepada KLIEN.

 (4) KLIEN hanya mengetahui tentang adanya putusan PN. Cikarang Nomor: 135/Pid.B/2020/PN.Ckr., tanggal 1 April 2021 dan putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor  140/PID/2021/PT-Bdg., tanggal 23 Juni 2021 – dan secara khusus bahwa putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor:  140/PID/2021/PT-Bdg., tanggal 23 Juni 2021 adalah Putusan yang membebaskan KLIEN dari segenap dakwaan; artinya, berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dimaksud; status hukum KLIEN adalah bebas.

 3. Bahwa meskipun KLIEN telah menolak maksud Kasipidum Kejari Cikarang tersebut; namun demikian, KLIEN tetap dibawa ke Kantor Kejari Cikarang dan selanjutnya dimasukkan ke dalam Lapas Kelas II Cikarang. Tindakan dan/atau perbuatan Kasipidum Kejari Cikarang (demikian juga Kejari Cikarang) dimaksud  adalah merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 270 UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP)

Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya– yang membuktikan bahwa putusan pengadilan telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) hanya (baru) dapat dieksekusi bilamana Jaksa telah menerima salinan putusan inkracht dimaksud dari panitera.

Pasal 270 KUHAP bersifat final, pasti dan mengikat sehingga harus dimaknai sedemikian adanya sesuai norma yang tertera/ tertulis dalam Pasal 270 KUHAP; tidak boleh lagi ditafsirkan lain karena akan berakibat bias, menjadi tidak jelas dan bahkan berpotensi memiliki makna yang berbeda-beda (yang akhirnya terkesan seolah-olah sengaja ditafsirkan secara multi tafsir demi kepentingan-kepentingan tertentu).

4. Bahwa agar tidak keliru memahami Pasal 270 KUHAP; seharusnya dipahami terlebih dahulu apa itu “Putusan Pengadilan, Petikan Surat Putusan, Salinan Surat Putusan, Pemberitahuan Isi Putusan”:

 a. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini” – Pasal 1 angka 11 KUHAP –  memberi bukti bahwa hanya dari Putusan itulah diketahui jika terdakwa dijatuhi pidana atau bebas atau lepas, dan putusan itu diketahui terdakwa manakala mendengar sendiri saat hakim membacakan putusan  dalam sidang pembacaan putusan. Bagaimana jika terdakwa tidak hadir dalam pembacaan putusan? Tentulah terdakwa baru mengetahui putusan dimaksud setelah Pengadilan (Panitera) memberitahukan Isi Surat Putusan dimaksud kepada terdakwa:

b. Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya segera setelah putusan diucapkan” – Pasal 226 ayat (1) KUHAPmemberi bukti bahwa Petikan Surat Putusan adalah hak terdakwa; dengan perkataan lain; Petikan Surat Putusan bukanlah hak penuntut umum;

 c. “Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberikan atas permintaan” – Pasal 226 ayat (2)KUHAP – memberi bukti bahwa Salinan Putusan adalah hak penuntut umum dan penyidik;

 d. Selain Petikan Surat Putusan dan Salinan Surat Putusan, adalagi yang namanya Pemberitahuan Isi Putusan sebagaimana disebut dalam Pasal 233 ayat (2), Pasal 243 ayat (2), Pasal 245 ayat (1), Pasal 257, Pasal 261 ayat (2) dan Pasal 267 ayat (2) KUHAP; yang pada pokoknya bertujuan

 (1) Pertama, agar para pihak mengetahui isi putusan karena sebagaimana disebutkan di atas (huruf a) tidak semua Putusan pengadilan dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa. Demikian juga halnya dalam putusan banding maupun kasasi, hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya terdakwa dan penuntut umum. Seorang terdakwa yang hadir saat penjatuhan/ pembacaan Putusan dalam sidang Pengadilan Negeri, tidak perlu diberitahukan lagi isi Putusan. Akan tetapi apabila ia tidak hadir saat pembacaan Putusan, maka Pengadilan Negeri wajib mengirimkan Pemberitahuan Isi Surat Putusan kepada Terdakwa.

 (2) Kedua, ini berkaitan erat dengan upaya hukum yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya (dalam kasus a quo) ketika Penuntut umum Kejari Cikarang akan mengajukan Kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor:  140/PID/2021/PT-Bdg., tanggal 23 Juni 2021 dimaksud; maka Kejari Cikarang baru dapat mengajukan kasasi apabila PN. Cikarang telah memberitahukan isi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor:  140/PID/2021/PT-Bdg., tanggal 23 Juni 2021 tersebut kepada terdakwa (Pasal 245 ayat 1 KUHAP).

Artinya, sepanjang dan selama PN. Cikarang belum memberitahukan isi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor:  140/PID/2021/PT-Bdg., tanggal 23 Juni 2021 kepada KLIEN, maka Kejari Cikarang belum bisa mengajukan kasasi.

 5. Bahwa dalam kasus KLIEN a quo, seandainyapun Mahkamah Agung telah menyatakan KLIEN terbukti bersalah melakukan tindak pidana (sekali lagi, seandainya, karena hingga saat ini KLIEN belum menerima Pemberitahuan Isi Surat Putusan); maka selama dan sepanjang pengadilan belum mengirimkan Salinan Surat Putusan kepada Jaksa (Kejari Cikarang), maka tiada dasar hukum Kejari Cikarang membawa dan selanjutnya memasukkan KLIEN ke dalam Lapas Kelas II Cikarang (sebagaimana yang telah dilakukan Kejari Cikarang kepada KLIEN tanggal 27 Desember 2021). Selain mengajukan gugatan di PN. Cikarang, KLIEN juga telah melaporkan perbuatan Kejari Cikarang dimaksud kepada Komisi kejaksaan RI, Komnas HAM dan LPSK.

 6. Bahwa hal lainnya yang perlu Kami sampaikan kepada rekan-rekan Wartawan, mohon agar sebutan “mafia tanah” terhadap diri KLIEN tidak disebut-sebut lagi dalam pemberitaannya karena sebutan dimaksud belum ada dalam ketentuan hukum maupun dalam putusan pengadilan yang telah inkracht.    

Demikian Press Release ini dibuat, dengan harapan kiranya semua pihak taat hukum dan penegakan hukum itu terlaksana tanpa melanggar hukum. (Tahar)

Pos terkait