MATAJABAR.COM – Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195).
Dalil di atas merupakan salah satu alasan para Ulama Madzhab mengharamkan rokok. Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem reproduksi).
Dari penjelasan tersebut, cukup jelas para ulama memfatwakan rokok terlarang atau haram. Dan sepertinya, dalil ini perlu dipertimbangkan para ahli hisab (sebutan bagi perokok) untuk menghentikan kebiasannya menghisap asap.
Karena, selain difatwakan ‘haram’ oleh sebagian ulama, mulai 1 Januari 2022, tarif cukai hasil tembakau (CHT) mengalami kenaikan dengan rata-rata 12 persen.
Berdasarkan keterangan yang dikutif mitranews.net dari kemenkeu.go.id, Presiden Joko Widodo telah menyetujui Kebijakan Cukai Rokok / Hasil Tembakau tahun 2022.
Namun, kebijakan cukai juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan. Sehingga untuk rokok jenis tertentu, Presiden menetapkan kenaikan 4,5 persen maksimum.
“Kenaikan tarif rokok bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Diakuinya, rokok menjadi pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras. Berdasarkan total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di pedesaan.
Konsumsinya memang lebih rendah dari konsumsi beras, tapi lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk protein, seperti daging, telur, tempe, serta ikan.
“Sehingga rokok menjadi salah satu penyebab masyarakat jatuh miskin,” ujar Menkeu.
“Kebijakan CHT, juga bertujuan untuk mengendalikan tingkat konsumsi rokok di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen di tahun 2024 Kita mencoba menurunkan kembali prevalensi berdasarkan RPJMN untuk mencapai 8,7 turun dari 9,1 persen dari 2018,” kata Menkeu menjelaskan
Adapun kenaikan tarif CHT turut mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Selain itu, kebijakan CHT juga penting sebagai mitigasi atas dampak kebijakan yang berpotensi mendorong peredaran rokok ilegal.
(Tahar)