Kegiatan Pemasangan U-ditch Asal Jadi, Ketum SIRA: Banyak Tahapan Diduga Tidak Dilaksakanan Kontraktor

MATAJABAR.COM. KAB. BEKASI – Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Suara independen Rakyat Adil (LSM-SIRA) H. Erikson Manalu, yang sering disapa Erik, angkat bicara terkait beberapa pekerjaan proyek yang ada diwilayah Kabupaten Bekasi, dari tahun ketahun pemasangan beton pracetak u-ditch terlihat semakin banyak diminati pihak pengguna dan penyedia jasa, namun menurutnya masih banyak ditemukan dilapangan dikerjakan diduga asal jadi.

“Memang selain mudah dan praktis memgunakan U-ditch juga sangat membantu mempercepat pekerjaan selesai, sehingga dapat diselesaikan sesuai jadwal yang telah dituangkan dalam dokumen kontrak kerja,namun seringkali ditemukan dilapangan  proyek pekerjaan u-ditch terkesan asal asalan, seperti salah satunya  kegiatan  proyek pekerjaaan u-ditch yang lokasinya berada di jalan raya Sukatani, dengan nama kegiatan pembangunan saluran air/drainase,dan sumber dana APBD TA  2021 , dimana sebagai pengguna jasa kegiatan dimaksud adalah Dinas Sumber Daya Air Binamarga dan Bina Kontruksi (DSDABMBK) kabupaten Bekasi, ujarnya.

Masih menurutnya, kegiatan proyek pemasangan beton pracetak u-ditch seperti kita ketahui bersama, pihak penyedia selaku kontraktor, tentu memiliki kerangka acuan kerja (KAK) yang tertuang dalam dokumen kontrak, dan perlu diingat, dimana setiap anggaran yang bersumber dari APBN /APBD. sekalipun nilainya kecil, harus tetap mengikuti alur atau tahapan pekerjaan, agar tidak mengurangi kwalitas sehingga dapat memberi mamfaat kepada masyarakat luas, jadi tidak ada lagi alasan bagi pihak kontraktor sebagai penyedia jasa, untuk tidak mematuhi peraturan dan mekanisme pekerjaan kontruksi, apalagi dalam kegiatan dalam proyek pembangunan saluran air/drainase yang dimaksud memiliki waktu pelaksanaan yang relatif sangat Panjang, yaitu 60 hari kalender.

“Akan tetapi faktanya dilapangan, sesuai hasil investigasi anggota LSM SIRA, sangat bertolak belakang dengan ketentuan, selain diduga tidak mengutamakan K3, juga tidak mengikuti tahapan pekerjaan, tentunya setelah persiapan serta selanjutnya pengukuran panjang pekerjaan dan elevasi saluran (cross section), yang tentunya tertera dalam shop drawing yang  tersedia dilapangan, dan diterapkan dengan memasang patok- patok dan bowplank, untuk menyimpan elevasi saluran tersebut, selanjutnya tahapan galian tanah, dan galian tanah dikontrol berdasarkan elevasi saluran, penggalian tanah dapat menggunankan excavator ataupun lainnya yang sejenis, dengan target 1 (satu) hari umumnya Panjang galian 7m sampai 8m dengan kemampuan alat berat memasang beton pracetak u-ditch berjumlah 6 unit, juga dump truck harus tersedia, untuk membuang bekas galian, agar terhindar dari crodit kemacetan yang dapat mengganggu fasilitas umum, setelah tahapan tersebut baru dilanjutkan dengan tahapan pelaksanaan pengurukan dengan bahan urug sirtu. namun diduga kuat tidak dilakukan, padahal urugan sirtu berguna sebagai penstabil tanah dibawah saluran, dan demikan juga selanjutnya tahapan  pemasangan lantai kerja, dengan  coran semen, yang umumnya ketebalan lantai kerja 50 mm = 5 cm minimal juga diduga kuat tidak dilaksanakan, jadi menurut saya pekerjaan proyek tersebut diduga kuat asal-asalan, hal ini dapat terjadi akibat minimnya pengawasan pihak terkait, sehingga melabrak ketentuan, serta tidak sesuai dengan spesifikasi teknis kontruksi, yang lazimnya dengan adanya urugan sirtu dan lantai kerja maka kemiringan lahan pada elevasi saluran dapat terukur, sehingga tidak menimbulkan genangan/penampungan air, ” Terang Erik.

Lebih lanjut dikatakanya, dengan adanya dugaan penyimpangan pekerjaan proyek tersebut, maka diharapkan konsultan pengawas, PPTK, PPK sampai pada PA/KPA, disaat serah terima sementara pekerjaan (Provisional Hand Over-PHO) sampai kegiatan serah terima seluruh pekerjaan yang dilakukan secara resmi dari penyedia jasa kepada direksi pekerjaan, setelah diteliti terlebih dahulu oleh Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) sesuai yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

” Jadi dugaan penyimpangan yang ditemukan LSM SIRA dilapangan sangat bertentangan dengan Perpres No 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah, beserta petunjuk teknisnya, yang seharusnya menjadi salah satu acuan atau landasan pertimbangan dan selanjutnya pembayaran harus sesuai hasil fisik pekerjaan, mengacu pada regulasi dan peraturan serta kesepakatan dalam dokumen kontrak pekerjaan jadi jangan hanya berdasarkan hasil volume pekerjaan semata sebab buat apa volume tercapai tetapi mutu terabiakan, demikian juga dengan kegiatan yang dimaksud, seperti pada kegiatan tersebut ada tahapan -tahapan yang diduga tidak dilaksanakan oleh pihak kontraktor.” pungkasnya.

Erikson Manalu juga berharap selain menjadi catatan hasil pekerjaan, kami juga meminta  sebagai pertimbangan akhir pada saat serah terima akhir pekerjaan (Final Hand Over-FHO) yang dilakukan secara resmi dari penyedia jasa kepada direksi pekerjaan, dilakukan setelah penyedia jasa menyelesaikan semua kewajibannya selama masa pemeliharaan.

 

 

Pos terkait