MATAJABAR.COM. KAB. BEKASI – Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat-Suara Independen Rakyat Adil (LSM – SIRA) Erik Manalu, kembali angkat bicara. Setelah beberapa hari lalu, juga menyoal kinerja Deputi Penyidikan KPK RI, kini mempertanyakan kinerja para penegak hukum dalam institusi Adhyaksa yaitu Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Menurut Erik, seorang Jaksa sebagai aparatur negara yang bekerja di Kelembagaan dan bertanggungjawab atas nama negara, sudah pasti memiliki kewenangan dan kewajiban yang melekat, sebaliknya sebagai masyarakat yang taat akan asas hukum serta peraturan dan perundang undangan, tentu berhak mempertanyakan kinerja penyidik Kejaksaan Agung RI, (Kejagung-RI) terkait laporan resmi LSM- SIRA pada 11 Juni 2020 yang diantar langsung bersamaan dengan laporan ke KPK RI, dengan materi laporan yang berbeda.
“Hingga saat ini Laporan LSM SIRA, kami anggap ‘mengambang’ alias tidak jelas apa dan bagaimana tindak lanjut proses laporan kami, sebagai mayarakat dan lembaga organisasi, kami sangat berharap ada kepastian hukum agar tidak sumir, dan bahkan dapat berdampak pada turunnya kepercayaan publik (public trust), mengingat saat ini pencapaian kinerja secara keseluruhan Adhyaksa, khususnya ditingkat Kejaksaan Agung RI sangat meningkat tajam, Baik output maupun outcome,” Tegas Erik Manalu.
Lanjutnya kita sangat mengapresiasi atas kinerja Kejagung, baik terkait pengungkapan kasus-kasus korupsi yang sudah lama dan baru terlihat ‘taring’ Adhyaksa tajam dan nyata.
“Seperti pengungkapan kasus dugaan tipikor ‘Asabri’, termasuk bukan kasus sembarangan, maka kami sangat mengapresiasi dan mendukung penegakan hukum dan penindakan serta penuntutan terhadap siapun yang diduga sebagai pelaku koruptif. Namun selain hal tersebut, jangan juga diabaikan setiap laporan masyarakat, baik secara individu maupun organisasi, sebab hal tersebut dapat menggerus kepercayaan publik, sebaiknya harus ada keterbukaan atau tranparansi dalam progres penanganan dugaan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) yang telah kita laporkan tersebut, walaupun kita mengakui persoalan atau masalah korupsi, bukan hanya laporan LSM SIRA saja. Kita memahami dan melihat bahwa meningkatnya antusias masyarakat dalam hal melaporkan dugaan Tindak Pidana Korupsi menandakan masih adanya kepercayaan publik, terhadap institusi ADHYAKSA secara keseluruhan, maka dengan hal tersebut besar harapan kami, agar jangan sampai kinerja yang sudah baik terciderai kembali oleh ulah oknum baik dari internal maupun eksternal atau mungkin oknum masyarakat, semoga hal tersebut tidak terjadi dan tetap pada prinsip Adhyaksa dalam satu visi yang sama dalam satu Komando Jaksa Agung, juga prinsip prinsip asas hukum, serta tidak melupakan asas-asas praduga tidak bersalah, ” ujarnya.
Menurut Erik, persoalan korupsi sebenarnya akibat dari berbagai masalah Multidimensi, mulai dari masalah moral, sikap dan mental, masalah pola hidup, budaya, dan lingkungan sosial, masalah kebutuhan tuntutan ekonomi dan kesenjangan sosial-ekonomi, serta masalah struktur sistem ekonomi, masalah sistem budaya politik dan lemahnya birokrasi atau prosedur administrasi di bidang keuangan dan pelayanan publik. Jadi kondisi yang bersifat kriminogen Yang menimbulkan ‘Prilaku Koruptif’, upaya pemerintah dalam melakukan penanggulangan tindak pidana korupsi, baik melalui penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun melalui reformasi birokrasi di berabagai sektor publik dan adminitratif yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih menemui kendala, ibarat ‘jurangnya masih terjal’ artinya masih ‘menggeliat’ bahkan menggurita.
Masih Menurutnya, salah satu upaya untuk membenahi dan mencegah terjadinya korupsi di Pemerintah pusat atau Pemerintah daerah, tidak saja diperlukan adanya peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. dengan melakukan prinsip good governance dan clean goverment tetapi juga dengan mengakselarasi sinergi pemberantasan korupsi secara integral dan sistematik.
“Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, mulai dari pembentukan dan pembaharuan undang-undang sampai dengan pembentukan Lembaga/Badan/Tim/Komisi untuk penanggulangan tindak pidana korupsi, namun Kenyataannya suara sumbang masyarakat ,,Khususnya LSM SIRA, masih tetap kan bergaung dan menyoroti “Indikasi Korupsi” dari waktu ke waktu, karena harus kita sadari bersama, untuk membersihkan sampai tuntas sepertinya hal yang sangat” mustahil”,penyebabnya sudah “krodit” bahkan kejenjang pemerintah paling rendah, seakan sudah “membias” menjadi hal bias ,akan tetapi kita dapat meminimimalisir ,baik sistem, maupun ruang pergerakaannya para oknum pelaku “koruptif”,salah satunya respon masyarakat yang masih mau melaporkan dugaan Tindak Pidana Korupsi itu sendiri, dan seharusnya ada kejelasan secara cepat dan tepat, jangan seakan ada upaya dibuat “sumir” agar “ngambang” kepastian hukum atas laporan yang dimaksud,maka kami Menganggap Belum Membuahkan hasil,,Walaupun LSM SIRA sangat mengapresasi kinerja Kejaksaan Republik Indonesia apalagi dalam satu tahun terakhir,,nyaris hampir ditiap tingkatan Kejaksaan RI ,mulai mulai tingkat Kejagung,Kejati,Kejari dan Cabjari,semuanya secara umum menunjukkan kredibiltas yang tinggi terhadap penegakan hukum,khsususnya dalama hal Penanganan “dugaan indikasi tipikor”artinya semangat dalam pencapaian dan penuntasan berbagai kasus,,,,yang sedang,maupun lagi proses berjalan,hal itu sangat kita apresiasi sangat tinggi,,namun jangan juga dilupakan setiap laporan masyarakat lainnya ,termasuk terkait laporan LSM SIRA,agar ada kejelasan,dan supaya memiliki kepastian hukum,dan menghindari terjadinya “pembiasan proses hukum”,itu sendiri,,dan bila perlu segera diterbitkan Surat Penghentian,Penyidikan dan Penuntutan (SP3) sesuai tatanan dan Peraturan Hukum yang berlaku, ” Tandasnya.
Lebih lanjut Erik Manalu menambahkan, lahirnya UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK-RI) dengan Undang Undang 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, Tentang KPK RI, dan Kepada Kejaksaan RI khususnya penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, yang kemudian ditegaskan melalui Pasal 30 ayat (1) huruf (d) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan bahwa : “Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang”. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa kewenangan itu sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga dari ketentuan undang-undang tersebut dapat dikatakan bahwa Jaksa (Kejaksaan) berwenang melakukan penyidikan terhadap perkara korupsi. Kewenangan yang diberikan undang-undang terhadap Kejaksaan RI untuk menjadi penyidik dalam tindak pidana korupsi telah dijalankan dengan baik oleh pihak Kejaksaan RI, sehingga begitu banyak kasus korupsi yang sudah terungkap dan banyak pelakunya yang sudah tertangkap dan sedang proses dan bahkan menjalani hukuman. Namun pertanyaannya “kenapa” dan “ada apa” dengan laporan LSM SIRA? hal ini menjadi pertanyaan besar kami ,baik sebagai masyarakat maupun atas nama Lembaga Organisasi,” tegasnya.
Erik meminta pihak Kejagung RI, dalam hal Ini Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM-Pidsus) maupun Penyidik Kejagung RI, diharapkan segera memberikan kepastian terhadap materi laporan yang sah yang telah kami laporkan tersebut, baik tahapan proses terhadap laporan LSM SIRA, maupun progresnya, sampai ke kesimpulannya, apakah dikeluarkan SP3, terkait hal itu adalah mutlak kewenanangan pihak Penyidik.
“Sebagimana amanat peraturan perundangan undang hukum yang berlaku, namun sudah selayaknya laporan tersebut memiliki kepastian hukum, agar tidak menjadi “mengambang ” dan “sumir” artinya butuh kepastian hukum sesegera mungkin.
Seperti kita ketahui bersama,,bahwa diakhir tahun 2020 yang lalu,,Kejaksan Republik Indonesia,dalam hal Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM pidsus) mendapat bantuan diatas 50 Personil yang bakal menjadi satuan tugas (satgas) baru untuk mempercepat penanganan perkara tindak pidana korupsi,dengan demikian,sudah tentu lebih cepat, tepat, baik segala proses, peyelidikan, penyidikan maupun sampai ketingkat penuntutan, apabila kategori materi laporan memenuhi unsur unsur Pidana,” pungkas Erik Manalu. (red)