MATAJABAR.COM, KAB. BEKASI– Aktivitas bank sampah di bilangan Kampung Ketapangkedung, Desa Kalijaya, Cikarang Barat, menuai keluhan dari warga setempat.
Pasalnya dalam pengelolaannya, bank sampah itu diduga bekerja sama dengan perusahaan kertas yang berlokasi di Cikarang Barat.
Tak hanya itu warga setempat merasa keberatan karena tidak ingin wilayahnya menjadi tempat pembuangan sampah (TPS). Dengan adanya kegiatan bank sampah tersebut sedikitnya ada 65 orang warga menyatakan keberatan dengan membubuhkan tanda tangan pada selembar surat.
Mendengar hal itu pihak Satpol PP Kecamatan Cikarang Barat sempat meninjau ke lokasi bank sampah yang dimaksud.
Kepala Satpol PP Cikarang Barat, Naja Supriadin, menjelaskan kehadirannya beberapa waktu lalu ke lokasi dalam rangka monitoring.
“Izin belum ada dia. Mereka harus menempuh izin ke LH. Izin LH kan pengelolaan limbah. Itu (bank sampah) belum perusahaan. Baru diirin untuk menampung limbah non-B3,” ucap Naja ketika dikonfirmasi di kantornya, Jumat (13/11/2020).
Soal penutupan bank sampah itu, Naja mengaku tak punya wewenang. Sebagai pimpinan satpol PP di kecamatan, dia sipatnya hanya memonitor. Sementara kuasa penutupan ada pada tingkat Satpol PP Pemerintah Kabupaten.
“Belum ada penghentian. Dia (pengelola bank sampah) katanya siap bikin perizinan. Kita kalau berhentiin gak punya wewenang,” ucapnya.
Dia menerangkan bahwa sedang membuat surat untuk melaporkan hasil monitoring itu kepada Pemkab Bekasi.
Pada pengamatannya di lokasi Naja mengaku hanya melihat limbah plastik bercampur kertas. Dia tak tahu pasti apa ada limbah B3 di sana.
Saat dihubungi, pengelola bank sampah tersebut, Wilda Yanti, menjelaskan bank sampah yang dikelolanya telah memiliki izin domisili.
“Bank sampah itu simpel Pak. Ke mana-mana aja berdiri apalagi kita punya kelembagaan, gak mungkin gak berizin. Gak ada izin bank sampah, izin lingkungan saja tidak perlu, tapi kami malah punya izin lingkungan,” ucap dia sewaktu dihubungi.
Dia melanjutkan, perizinan untuk bank sampah itu sederhana, bahkan hanya perlu sebatas tingkat RT saja sudah bisa beroperasi. Namun, Wilda mengaku mengantongi domisili, izin lingkungan, bahkan bertanda tangan camat.
Dia juga menjelaskan belum lama melakukan aktivitas bank sampah yang bermitra dengan perusahaan itu. Di Bekasi, dia memutuskan untuk membentuk bank sampah, karena memiliki beberapa bank sampah binaan.
“Nanti ada pemilihan, ada pengolahan. Kita udah buka lapangan kerja lo di situ. Ini sekarang sudah 50 orang. Yang rekrut orang lingkungan, jadi kalau gak berizin gak mungkin. Kita ada kerja sama dengna desa terkait tenaga kerja,” kata dia.
“Bank sampah itu pola pengolahan dengan metode 3R. Mitra kami saat ini adalah Fajar Paper dan kami mengedukasi mereka di mana mereka terus berusaha meningkatkan solusi dan mengurangi sampah mereka,” sambungnya.
Masih Wilda, sampah yang sudah ada, dikelola secara baik dan bertanggung jawab dan di tempat yang jelas.
“Di tempat pengolahan dilakukan pemilahan. untuk itu kita berdayakan masyarakat sekitar,” pungkasnya. (*)